Pages

Subscribe:

12.18.2012

Shaggydog dalam Film Dokumentar

Berdansa Bersama Shaggydog dalam Film Dokumentar
Shaggydog / Foto: dok. band

 


 “Satu hal yang paling kusuka dari dirimu. Adalah ketika ku pandang ke dua bola matamu. Tak bosan tak jemu-jemu dan ku pandang selalu. Di saat engkau dekat atau jauh. Sayang seribu sayang kau ada yang punya. Ku selalu bermimpi tuk bisa memilikimu. Hey, kamu yang cantik...








Sepenggal lirik dari lagu berjudul Hey Cantik, band ska asal Jogjakarta, Shaggy Dog. Shaggydog band asal Jogjakarta yang sudah berdiri 15 Tahun yang lalu. Di sebuah kampung yang terletak di pinggir sungai, tengah kota Jogjakarta, Sayidan, Shaggydog meramu musik ska dipadukan dengan berbagai nuansa musik reggae, jazz, swing, dub, dancehell, rocksteady, rock ‘n roll hingga dangdut sehingga membuat warna musik mereka menjadi berwarna.


Tanggal 14 Desember 2012 nanti merupakan moment terbaik Shaggydog dan para penggemar setia mereka, karena band yang berawakan Heru, Richard, Raymond, Bandizt, Lilik dan Yoyo  ini rencananya akan memutar sebuah film dokumentar mengenai kisah perjalanan panjang Shaggydog di Festival Film Dokumentar (FFD) Yogyakarta.


Film dokumentar yang bertajuk “Berdansa Bersama Shaggydog” tersebut, menurut para personil Shaggydog intinya adalah menceritakan serta berbagi pengalaman hidup mereka selama perjalanan Shaggydog. 15 tahun bersama-sama berjuang menyuarakan musik yang mereka cintai dari nol hingga mereka bisa mencuri perhatian insan musik dunia di benua eropa.

Gitaris The Tielman Brothers Franky Luyten Sambangi Pelestari Musik Indorock

Gitaris The Tielman Brothers Franky Luyten Sambangi Pelestari Musik Indorock
Kedua dari kiri Franky Luyten, diikuti Rio Dalimonthee
bersama Yossy, Taufan dari Neo Indorock














Salah satu personil dari grup legenda dunia, The Tielman Brothers (yang berasal dari Indonesia), sekaligus pelopor genre musik yang dikenal dengan sebutan “Indorock”, Franky Luyten (rhythm guitar) beberapa waktu lalu berkenan menyambangi komunitas pelestari genre musik tersebut di Jakarta.


Jumat malam (15/12) Franky Luyten yang berkemeja lengan pendek dengan raut wajah terbilang sudah tidak muda lagi bercengkerama hangat di tengah komunitas pelestari musik indorock a.k.a Neo Indorockers, sekaligus basecamp grup Neo Indorock di bilangan Kramat Lontar, Jakarta.


Pada kesempatan tersebut menjadi ajang bagi pelestari musik indorock untuk bertanya-tanya mengenai teknik bermain gitar musik indorock. Hal ini juga menjadi kesempatan langkah dan berharga khususnya bagi grup Neo Indorock yang pada hari tersebut berbarengan dengan agenda rutin mereka berlatih.


Selain Franky Luyten, tampak tidak asing lagi bagi komunitas Neo Indorockers, sesepuh pelestari musik indorock lainnya Rio Dalimonthee yang juga hadir. Baik Franky, maupun Rio acap kali seakan memberikan wejangan dan berharap agar musik asli rock n roll orang Indonesia “Indorock” bisa tetap lestari pada generasi muda sekarang.


Written by: Teguh Arief / @planetkosong
Photo by: Teguh Arief / @planetkosong

12.05.2012

Easy Tiger Memperkenalkan Dirinya dengan Single Paint This Town

Easy Tiger Memperkenalkan Dirinya dengan Single Paint This Town


Diawali dengan sebuah single yang berjudul "Paint This Town", Easy Tiger memperkenalkan musik mereka di belantika musik tanah air. Sebuah lagu yang sekiranya akan digemari bagi penikmat musik pop. Mungkin karena didasari karya yang easy listening, suguhan musik variatif, serta lirik (seputar kehidupan) dengan mudah dapat dicerna.

Single "Paint This Town" seakan menjadi perkenalan baik bagi band yang baru saja terbentuk diawal tahun 2011 di Jakarta. Para personil yang terdiri dari Adi Saptadi (Vocal, Guitar, Synth), Erick Sebastian (Bass), Armand Azhar (Guitar) dan Aldy Abuthan (Drums, Percussion).

Selain original version dari single ini, Easy Tiger juga mengeluarkan acoustic version, yang keduanya memberikan warna berbeda mengikuti bawaan instrument yang diikutsertakan. Mari bernyanyi dan nikmati "Paint This Town" Easy Tiger (original version) pada pemutar lagu yang tersedia di bawah.

Album Kelima Maliq & d’Essentials Lebih Beragam

Album Kelima Maliq & d’Essentials Lebih Beragam

Maliq & d’Essentials ketika tampil pada Eyegasmic

Tampil enerjik dan maksimal, serta sukses membuat para penonton terika histeris, baik laki-laki maupun perempuan di Eyegasmic, Sabuga, Sabtu (3/11) malam, Maliq & d’Essentials rupanya tengah mempersiapkan album kelima.


Hal ini diungkapkan Angga (vokal) dan Widi (drum) beberapa saat sebelum Maliq naik panggung. Menurut mereka berdua, album kelima Maliq ini akan lebih beragam, tidak melulu jazz lagi dan jazz lagi. “Di dalamnya nanti juga akan ada unsur musik dangdutnya,” jelas Angga dengan serius. Saat ini pengerjaan albumnya pun juga tengah mencapai tahap akhir proses.


Rencananya single terbaru mereka akan dirilis pada akhir tahun ini. Di dalam single dan album baru mereka, Maliq mengembangkan musik kreatif yang tidak itu-itu saja. Bahkan Widi sendiri mengakui kalau album kelima ini banyak lagu yang dibuat tanpa direncanakan. “Jadi waktu lagi membuat lagu, ada aja lagu-lagu yang dibuat tanpa kita rencanakan sebelumnya, termasuk genre musik Maliq yang berubah haluan, enggak terlalu jazz lagi. Meskipun terkadang kita sempat bosen, tapi bukan berarti musik jazzy membosankan. Ya adanya Lale juga menginspirasi kita untuk ada unsur musik rocknya juga sih di album baru ktia nanti,” ujar Widi tersenyum.


Tema yang diusung oleh Maliq & d’Essentials dalam album kelimanya ini mengusung tema on the spot. Inspirasinya muncul dari momentum yang terjadi secara natural dari para personilnya. “Well, let’s see what’s going on next,” tutup Angga.



Written by: Satria Perdana / @satriaaperdanaa
Photo by: Satria Perdana / @satriaaperdanaa

1 Januari 2013, Ucay Tak Lagi Bersama Rocket Rockers

1 Januari 2013, Ucay Tak Lagi Bersama Rocket Rockers
 
Setelah sukses menjalani tur Eropa bersama Petersaysdenim dalam PSD Invasion Tour Europe yang berakhir 12 November lalu, Rocket Rockers kini harus kehilangan vokalisnya, Ucay. Kemarin, Jum’at (23/11), dalam akun Twitter milik Ucay, @ALakaUCAY, Ia menyatakan mundur dari Rocket Rockers karena merasa keresahannya sudah memuncak untuk keluar pada Januari lalu.

 



Berikut ialah cuplikan Tweet dari Ucay yang disampaikan dalam beberapa poin:

“16. Jujur mulai th 2006 keresahan itu dimulai. Sy selalu memikirkan hal itu. Posisi sy jujur spt double standard. #SFYL

18. Terlintas keinginan utk resign dr RR, tp sy merasa spt msh pny PR utk RRF (RocketRock Friends) utk sharing hal2 positif lwt karya#SFYL

19. Waktu berjalan sampai akhirnya tekad sy utk keluar dr RR sangat kuat di awal Januari 2012. Semua sudah fix diubun2. #SFYL

26. Alasan sy mengundurkan diri adlh panggilan jiwa sy. Suara "I don't belong here" sbenernya sdh terdengar dr hati sy bbrp th lalu.#SFYL

28. Jadi terhitung tanggal 1 Jan 2013, saya sudah bukan personel Rocket Rockers lagi :') #SFYL


Di dunia maya sendiri saat ini tengah banyak fans dan kerabat musisi yang terus mensupport Ucay untuk karirnya di masa depan kelak, seperti Dochi (Pee Wee Gaskins), Raynard (Thirteen), Tetsu (Ad. Killing Me Inside), Faisal (Syubidupidapap/Danger Ranger) serta Ferron (Bla Bla Blast) yang sempat bertemu Ucay saat tur di Eropa kemarin.


Tiga belas tahun berkarya bersama Rocket Rockers, bukan hal mudah bagi Ucay. Hujatan, semburan ludah dan yang terberat bagi Ucay, pujian, merupakan kisah tersendiri yang telah dilalui bersama Rocket Rockers. Melalui Soundtrack For Your Life, kehidupan Ucay banyak berubah hingga saat ini dan merupakan sebuah batu loncatan bagi karir bermusiknya yang tak akan ia lupakan. Seperti dalam Tweet terakhir soal pengunduran dirinya “37. @rocket_rockers Kalian adalah separuh cerita hidup sy :') #SFYL”. Terus berkarya, Ucay...

Sumber


11.22.2012

The Paps


NAMA The Paps diambil dari kata papier, yakni sejenis kertas tipis yang biasa dipakai pembungkus lintingan rokok. The Paps mulai dikibarkan tahun 2003. Saat itu mereka mulai meretas band ini dengan membawakan lagu-lagu sang legenda Bob Marley pada gigs yang diselenggarakan komunitas reggae Bandung.
Mereka mulai melepaskan ketergantungan pada lagu-lagu Bob Marley dengan cara merilis singel pertama berjudul Life is a Big Joke pada 2004. Singel ini dimasukkan dalam kompilasi Bandung Miller Time yang berisi sejumlah band bermacam genre.
Setelah singel itu keluar, The Paps kemudian diminta terlibat dalam Indonesian Reggae Revolution (IRR), sebuah proyek kompilasi musisi reggae pertama di Indonesia yang digagas 267 Records. Kompilasi Indonesian Reggae Revolution akhirnya dirilis pada tahun 2005. The Paps menyumbangkan singel berjudul Hang Loose Baby.
Memasuki 2006, The Paps mulai merekam materi untuk album pertama yang isinya berupa eksplorasi musik reggae dengan sentuhan dub dan soul jazz. Singel yang termuat dalam Kompilasi Indonesia Reggae Revolution, Hang Loose Baby, kemudian dipilih sebagai judul album pertama The Paps yang dirilis label Zyape O Zyure Records pada 2007.

Genre
funksouljazzpsychedelicdubreggae

Website
http://www.myspace.com/serangan_optik
http://www.myspace.com/havefunaround 


bandung-underground.com

BILLFOLD


SILAKAN berfantasi mengenai apa saja ketika raungan gitar Angga, cabikan bas Ferrin, dan gebukan drum Pam Alayubi menopang teriakan Gania. Sebuah fantasi ranum yang dipicu sajian antara H20, Set Your Goals, dan sedikit Shelter, dalam bungkus vokal Gania yang terdengar fresh, aggressive, dan memancing kita untuk kembali menghujamkan kaki ke atas kepala teman.
Dibentuk pertengahan tahun 2010, Billfold memang berniat memberikan sebuah pemandangan beda di panggung metal kota kembang. Hardcore/punk dengan sentuhan vokalis perempuan, ah kita tak harus berangkat ke Negeri Paman Sam untuk menemukan band seperti ini! Hahaha….
Tapi, Billfold bukan hanya Gania. Mereka membalut diri dalam sebuah energi konfrontatif, antara hardcore, punk, dan little bit rock. Cobalah tutup mata ketika nomor It’s Over atau Save Them to Save Us diputar dengan level volume medium, kita akan dipapah menuju sebuah lorong di jantung New York 90-an.
Bagi Gania, Angga, Ferrin, dan Pam, ibarat sebuah dompet yang bisa membungkus hal paling esensial ketika mereka bermain musik. “Dalam bahasa Inggris, Billfold memang berarti dompet,” tutur Gania.

MEMBERS
Gania Alianda-vocal
Ferrin-bass
Angga-guitar
Pam Alayubi-drum

GENRE
Punk/Hadrcore/Rock

CONTACT
Brez +628562031969

WEBSITE
http://www.purevolume.com/new/billfold
http://www.facebook.com/pages/Billfold

bandung-underground.com

AFTERCOMA

 
AFTERCOMA awalnya hanya sebuah proyek solo Ridho Fatwerks. Namun, proyek ini akhirnya berevolusi menjadi sebuah konstruksi band pada 2008. Tak perlu menunggu waktu terlalu lama bagi Aftercoma untuk membuktikan eksistensi sebagai sebuah band. Sebuah EP yang diberi tajuk Breath, mereka rilis pada tahun itu juga. Mereka membebaskan seluruh materi di EP tersebut untuk diunduh lewat sejumlah situs.
Cara itu terbukti ampuh untuk mengerek nama Aftercoma. EP Breath bergaung cukup kencang, sehingga kesempatan untuk melabrak panggung demi panggung di scene Bandung Underground pun silih berdatangan. Mulai dari gigs kecil sampai panggung besar. Seiring dengan itu, Aftercoma mulai merenggut massa fanatik.
Massa fanatik Aftercoma kemudian menamakan diri mereka Pemberontak alias Rebels. Nama ini diambil dari singel pertama Aftercoma yang termuat dalam EP Breath.
Musik Aftercoma berfondasi pada hardcore. Namun, mereka juga memperkaya resam musik mereka dengan nuansa heavy metal, punk, dan death metal. Bahkan mereka tidak memungkiri jika ada unsur dari Radiohead, Sigur Ros, atau Explosions in The Sky.
Memasuki tahun 2011, Aftercoma merilis album pertama mereka yang diberi tajuk Breathless. Ini tak lain adalah repackage dari EP Breath, dengan penambahan lima lagu baru. Di album ini, Aftercoma mengajak Ipang BIP untuk berkolaborasi dalam lagu Raga Terbakar. Kolaborasi ini sekaligus peneguhan bahwa musik Aftercoma tidak kaku alias bisa menembus genre lain.


Members
Wyl Mthrfckr-vokal
Ridho Fatwerks Alhadi-gitar/vokal
Ferry Arliansyah-gitar
Dikdik Prasetiadi-bass
Uus Pluto-drum
 
Genre
Metal Hardcore

Website
 
 

Strategi Bertahan Musisi Indonesia di Era Digital dan Globalisasi

http://images.detik.com/content/2012/10/05/1096/Music-Biz.jpg
Jakarta - Semakin maraknya pengunduhan lagu secara ilegal di internet kini dianggap sebagai faktor pemicu utama mundurnya industri musik. Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) menyatakan, pengunduhan ilegal dan pembajakan musik berpotensi merugikan hingga Rp 1,8 triliun pertahun.

Para label rekaman yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) juga tak hentinya melakukan kampanye anti pembajakan dan illegal downloading. Usaha-usaha tersebut bukan tidak membuahkan hasil, hanya saja kini era musik sudah beralih ke dunia digital dan perlu strategi khusus dalam menghadapinya.

Di era transisi ini, masih banyak musisi yang berharap dapat kembali meraih keuntungan besar dari penjualan album mereka yang berbentuk CD. Bagai pungguk merindukan bulan, mungkin ini peribahasa yang tepat untuk hal tersebut. Sebagai contoh, jika kita lihat ke era 90-an, rasionalkah musisi yang menjual albumnya dalam bentuk kaset dan piringan hitam (vinyl) padahal di masa itu album berbentuk CD sedang berjaya? Tentu tidak rasional. Sama seperti sekarang, di era digital ini, musisi harusnya sudah mengeluarkan album dalam bentuk digital bukan dalam bentuk fisik lagi.

Kerja sama dengan industri telekomunikasi

Strategi utama di era musik digital adalah dengan bekerja sama dengan industri telekomunikasi. Salah satu bentuk kerjasamanya adalah dengan ringback tone (RBT). Belakangan ini, beberapa musisi mendapatkan royalti yang fantastis oleh penggunaan ringback tone yang memakai lagu ciptaan mereka. Di tahun 2006, ketika grup band Samsons sedang melejit dengan lagu "Kenangan Terindah," mereka mampu meraih untung hingga lebih dari Rp 21 miliar melalui RBT. Hal serupa juga dialami oleh Ungu, alm. Mbah Surip, dan musisi-musisi lainnya. Selain karena keuntungannya miliaran, penjualan RBT juga dianggap menguntungkan karena tidak mungkin dibajak.

Selain bekerjasama dalam bentuk RBT, strategi selanjutnya adalah bekerjasama dengan online/digital music store. Di era digital, tentu ini solusi yang dapat menjawab masalah pembajakan dan pengunduhan musik ilegal. Seperti yang dilakukan oleh iTunes Store dari Apple, misalnya. Mereka menyediakan jasa untuk pembelian lagu dan membayarnya secara online.

Langkah ini juga sudah diterapkan oleh beberapa produsen smartphone seperti Blackberry dan Android dengan Social Music Network-nya, dan Nokia dengan Nokia Music Store. Dengan digital music, penikmat musik akan mendapat kemudahan mendapat lagu kesukaannya secara legal, dan musisi pun mendapat untung atas karyanya. Untuk mendukung hal ini, tentu diperlukan juga peran pemerintah untuk terus memblokir situs-situs illegal downloading.

Era digital, era-nya website

Di masa ini, komunikasi dan informasi sangat berkembang pesat melalui internet. Untuk itulah membangun kerja sama dengan web developer untuk mengembangkan situs legal download dirasa sangat krusial. Situs yang dimaksud hampir mirip dengan digital music store yang ada di smartphone, hanya saja situs ini diperuntukkan untuk para pengakses dari PC.

Seringkali, konsumen lebih tergoda dengan yang gratis dibanding yang berbayar, termasuk dalam hal mengunduh lagu. Tak masalah. Buatlah kesepakatan dengan web developer ataupun investor (jika ada) mengenai keuntungan yang akan diperoleh jika Anda ingin membuat situs download legal yang gratis. Misalnya, dengan mengambil keuntungan dari iklan. Jika ada situs untuk mengunduh lagu secara legal dan gratis, tentu orang-orang akan lebih memilih untuk mengunduh lagu di situs tersebut dibandingkan situs ilegal. Pemerintah, musisi, label musik, dan media pun akan mempromosikan situs tersebut secara sukarela karena dengan begitu lah industri musik dapat bangkit dari merebaknya illegal downloading.

Di sisi lain, ‘meng-gratiskan’ pengunduhan lagu memang mempunyai resiko tersendiri. Bisa saja di tengah jalan bisnis tersebut kekurangan pemasukan karena hanya mengandalkan iklan. Solusi yang terbaik memang dengan membuat situs legal music downloading yang berbayar dengan harga lagu terjangkau, sehingga bisa mudah diakses siapa saja. Tentu hal ini dapat menjadi pertimbangan besar bagi para investor yang ingin membuat situs legal music downloading, mengingat Indonesia mempunyai pangsa pasar yang cukup besar.

Industri musik Indonesia belum menjadi raja di negeri sendiri

Selain masalah pembajakan dan illegal downloading, masalah utama industri musik Indonesia di era digital dan globalisasi yaitu kurangnya minat dan apresiasi terhadap musik lokal. Jika banyak yang menyatakan hal ini disebabkan musik Indonesia kurang berkualitas, saya sangat tidak setuju. Justru banyak musik berkualitas yang lahir di negeri kita namun kurang mendapat apresiasi dari masyarakatnya dan lebih sukses di negeri orang. Miris, bukan?

Di Indonesia, aliran musik pop Melayu dianggap mempunyai potensi pasar yang cukup besar. Sama sekali tidak ada yang salah dengan hal ini. Tiap negara pasti punya selera musiknya masing-masing. Asalkan band-band beraliran pop Melayu tidak lantas menurunkan kualitas dan mengejar keuntungan semata, pasti apresiasi masyarakat Indonesia akan jauh lebih besar dan tidak menutup kemungkinan band aliran musik pop Melayu menjadi identitas musik Indonesia.

Lantas, jika ada musisi beraliran lain yang mengatakan tidak ingin memproduksi album karena selera musik masyarakat Indonesia hanya kepada aliran pop Melayu, tentu ini bukan solusi yang benar.

Misalkan ada sebuah band beraliran rock, kemudian band tersebut baru akan membuat album ketika selera musik masyarakat Indonesia terhadap musik beraliran pop Melayu menurun, tunggu waktu saja, apakah dengan tidak memproduksi lagu rock masyarakat Indonesia akan beralih mencintai musik rock? Tentu tidak.

Sebagai contoh, lihat saja penyanyi muda seperti Agnes Monica. Aliran musiknya sama sekali bukan pop melayu, namun ia kerap kali mendapat penghargaan di dalam negeri dan kini mulai dilirik oleh dunia internasional.

Singkatnya, masyarakat Indonesia kini sudah mulai jeli dalam memilih. Dalam berkarya, jangan sampai mengorbankan kualitas demi mencari keuntungan semata. Hanya musisi yang konsisten dan berkualitas yang akan mendapat apresiasi tinggi. Itulah alasan utama musisi luar negeri dari berbagai aliran mendapat tempat tersendiri di hati penggemarnya, termasuk di Indonesia.

Jika musisi Indonesia bisa melakukan hal tersebut ditambah dengan pemasaran yang menarik, pastilah musik Indonesia menjadi raja di negerinya sendiri. Mulai sekarang, hargai lah musik karya anak bangsa dengan menghindari pembajakan juga illegal downloading!

RollingStone Indonesia

Pure Saturday: The Five Horsemen

image
Jakarta - Terlalu banyak bukti yang mengatakan bahwa Pure Saturday adalah sebuah band kasual. Mulai dari gaya berpakaian santai, penampilan panggung lepas tanpa beban, hingga ucapan bassist Ade Purnama pada pertengahan Mei lalu di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta dalam rangka konferensi pers menyambut konser tunggal bertajuk Pure Saturday – Grey Concert, yang juga dilaksanakan guna meluncurkan Grey selaku album studio keempat kuintet tersebut.

Menanggapi pertanyaan moderator Denny Sakrie soal alasan jeda tujuh tahun antara album ketiga, Elora, dengan Grey, Ade menjawab: “Kami memang santai, tidak mau ada beban dalam pengerjaan album. Malah terkadang timbul rasa malas juga.”

Hubungan Pure Saturday dengan Pure People, sebutan bagi penggemar band Bandung bentukan 1994 tersebut pun bisa dibilang kasual. Ade bersama vokalis Satrio “Iyo” Nur Bambang, gitaris Aditya “Adhi” Ardinugraha dan Arief Hamdani, serta drummer Yudistira “Udhi” Ardinugraha tak sungkan bercengkerama dengan para penggemarnya untuk waktu lama. Ikatan spesial antara idola dan penggemar itu mulus terjalin.

Empat ratus lembar tiket Pure Saturday – Grey Concert yang disediakan promotor G Production ludes terjual hanya dalam tiga hari. “Sudah tujuh tahun setelah album ketiga Elora dan lima tahun setelah album kumpulan lagu terbaik Time for a Change, Time to Move On, publik mungkin rindu dengan Pure Saturday,” ujar Ferry Dermawan selaku Program Director G Production.

Ferry lalu menceritakan bahwa gagasan untuk menyelenggarakan konser ini dimulai pada akhir tahun 2011 saat ia dihubungi oleh manajemen Pure Saturday guna mengajaknya silaturahmi ke rumah Yockie Suryo Prayogo, kolaborator grup tersebut di pentas musik lintas generasi gagasan G Production, Djakarta Artmosphere 2011.

“Ternyata anak-anak Pure Saturday sekalian mengajak Yockie Suryo Prayogo untuk kolaborasi di album baru. Gue langsung terpikir buat konser sekaligus peluncuran album baru tersebut. Kemudian gue rasa Gedung Kesenian Jakarta adalah tempat paling cocok untuk konser itu,” kenang Ferry.

Mengenai status konser tunggal yang diemban Pure Saturday – Grey Concert, Iyo menjelaskan: “Utamanya ini adalah konser peluncuran album, tapi dikemas dengan hal-hal yang menurut kami membuat konser ini berbeda dibanding panggung-panggung kami sebelumnya. Temanya sendiri disesuaikan dengan lokasi konser yang merupakan gedung teater.”

Ekspektasi otomatis memuncak pada hari H, 15 Mei, baik soal materi album baru maupun konser. Ketegangan yang sudah pasti dirasa pihak band juga dialami oleh pihak penggemar yang tersebar di area Gedung Kesenian Jakarta; bukti kuat betapa spesialnya ikatan kedua pihak.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam lewat dan panita mulai mempersilakan pengunjung untuk masuk ke dalam gedung. Berkat antusiasme penonton yang meluap-luap, tak perlu waktu lama sampai semua tempat duduk dihuni.

Sebagai sebuah gedung teater, sudah sepantasnya tirai merah terlebih dulu menutup isi panggung sampai acara diputuskan untuk mulai. Untuk Pure Saturday – Grey Concert, tirai dibuka pukul 20.30 WIB. Sorak sorai dan tepuk tangan penonton mengalir deras sebagai respon pembukaan tirai tersebut.

Sesuai dengan apa yang telah dikatakan pihak band pada konferensi pers, konser ini akan dibagi menjadi dua sesi: pertama adalah album baru secara penuh dan kedua terdiri dari sekumpulan lagu album perdana hingga ketiga.

Lagu klasik “Centennial Waltzes” gubahan Johan Strauss II selaku intro album Grey diputar dengan ditemani penayangan video hitam putih bergambar mata yang disorot dari jarak superdekat sebagai latar. Para personel Pure Saturday, termasuk bintang tamu Yockie Suryo Prayogo dan kecuali Iyo, naik ke atas panggung satu per satu setelah video tersebut rampung diputar.

Selengkapnya baca di majalah Rolling Stone edisi 86.

Eben Burgerkill: We Will Bleed

image 
Jakarta - Hidup Ivan itu tidak baik-baik saja. secara mental dia banyak memiliki tekanan, dari sisi fisik pun dia punya banyak masalah dengan sakitnya. Itu dia tanggung di sepanjang sisa hidupnya. Jadi kalo pun akhirnya dia pergi, ya saya pikir itu adalah salah satu media untuk bisa membebaskan dia..” - @AddyGembel (Forgotten)

Itu adalah cuplikan adegan dari bab meninggalnya Ivan ‘Scumbag’ Firmansyah, vokalis berkharisma yang harus pergi selama-lamanya ketika karier bermusiknya baru saja memasuki sebuah fase baru. Fase matang yang semenjak dulu dia impikan dan perjuangkan dengan kerja keras bersama band yang sangat dicintainya, namun tak bisa lagi dia nikmati hasilnya. Tragis memang. Sebagai teman dekat yang sering berbagi cerita dengan Ivan, sudah tentu kejadian ini memukul mental saya dengan telak. Jujur, saat itu saya sempat berpikir untuk tidak lagi bermain dan pensiun dari dunia musik, terlalu banyak beban dan pertanyaan di kepala saya untuk bisa kembali. Sepertinya mustahil melanjutkan semuanya tanpa ada Ivan di sebelah saya.

Akhirnya setelah susah payah melewati masa duka, saya menemukan titik di mana saya harus belajar ikhlas dan berpikir lebih baik ke depannya. Momen kepergian Ivan ini memberi saya ide dan semangat baru untuk mulai menggarap film dokumenter We Will Bleed, yang sudah hampir lima tahun ini saya kerjakan. Film berdurasi kurang lebih 90 menit yang berisi berbagai cerita dari perjalanan panjang band superkeras asal pinggiran kota Bandung, Ujungberung. Band yang tidak pernah menyerah mengejar mimpi-mimpi gila untuk bisa meraih dunia melalui musiknya. Band yang telah lebih dari 17 tahun selalu memberi energi positif dan mengajarkan banyak cara bertahan hidup berdampingan dengan berbagai idealisme yang dianut oleh saya dan teman-teman di Burgerkill.

Awalnya saya hanya ingin membuat film pendek tentang di balik layar sesi rekaman album Beyond Coma And Despair, dengan banyaknya footage Alm. Ivan saat proses penggarapan album terakhirnya bersama Burgerkill. Sampai akhirnya ide saya bergeser ketika menemukan banyak kaset video berbagai format di laci lemari arsip, antara lain 289 kaset MiniDV, sembilan kaset VHS, puluhan file video berbagai format, dan ratusan foto dari era awal band ini berdiri, yang wajib saya konsumsi satu persatu sebagai bahan utama dalam susunan alur film ini. Butuh waktu lama dan keterampilan khusus untuk bisa melakukannya. Sempat terpikir untuk melibatkan pihak lain dan membayar mereka untuk mengerjakannya, tapi keterbatasan dana menjadi ganjalan utama. Akhirnya saya nekat mengerjakannya sendiri dengan minta bantuan beberapa teman dekat.

Target pengerjaan tiga tahun terpaksa harus molor karena berbagai masalah berbau teknis yang tidak jarang bikin hilang semangat. Contohnya, ketika film ini sudah selesai, tiba-tiba hampir 70% external hardisk yang saya gunakan sebagai pusat penyimpanan data crash karena tegangan listrik yang anjlok dan mati. Gilanya, setelah dicek, hampir 90% sumber data film hilang dan tidak bisa lagi diselamatkan.

Hingga hari ini banyak yang bertanya di akun Twitter @burgerkill666 : “Kapan film ini dirilis? Kenapa penggarapannya lama sekali?“ Rasanya saya atau siapapun yang ada di band ini juga tak tahu harus menjawab kapan dan kenapa. Terlalu panjang untuk diceritakan, tapi yang jelas, membuat film dokumenter band tidak sesederhana yang dibayangkan, apalagi ini band saya sendiri. Tak jarang perasaan personal saya ikut terbawa. Selain itu, minimnya pengetahuan saya dalam hal pembuatan film dokumenter juga menjadi salah satu faktor. Tapi bagaimanapun juga, ini film pertama saya. Hanya tekad bulat dan semangat menembus keterbatasan yang menjadi nutrisi saya untuk menyelesaikannya.

Untungnya ada satu hal yang saya suka dari Burgerkill. Sejak awal band ini memang memiliki banyak dokumentasi, apapun bentuknya. Mulai dari cerita unik awalnya berdiri, lalu menjadi band hardcore pertama di Indonesia yang bernaung di major label, ditambah kepergian mendadak sang vokalis di tengah proses peluncuran album baru, jadi bagian penting dari film ini. Selain itu pencapaian bisa bermain di Soundwave dan Big Day Out Festival, Australia, bersama band-band metal internasional juga menjadi materi pelengkap di film We Will Bleed ini.

Selain dikerjakan secara DIY (do it yourself), film ini juga digarap dengan peralatan yang seadanya tanpa ditunjang oleh kamera film profesional. Bahkan beberapa footage yang digunakan di film ini berasal dari kamera digital atau kamera ponsel biasa. Tapi saya tetap mempergunakannya selama footage itu masih dalam kondisi baik. Ada beberapa hal yang saya pelajari selama proses ini, salah satunya adalah jangan pernah menganggap remeh sebuah dokumentasi. Hal sepele yang terkadang dilupakan oleh kita ternyata bisa bercerita banyak suatu hari nanti ketika kita sangat membutuhkannya.

Hal paling penting yang saya pelajari dari film ini adalah tidak ada mimpi besar yang dapat diraih tanpa kerja keras dan kebesaran hati dalam menghadapi segala macam prosesnya. Kemenangan terbesar adalah ketika kita mampu menyelesaikan suatu hal yang menurut orang lain tak mampu kita lakukan. Semoga film We Will Bleed ini dapat dinikmati dengan baik dan memberikan energi positif kepada siapapun yang telah mengenal dan menjadi penikmat setia agresi musik Burgerkill. Film ini adalah hadiah spesial untuk mengenang jasa besar seorang sahabat yang telah mendedikasikan hampir separuh hidupnya untuk Burgerkill. This is for you, dude. Rest In Peace m/.

RollingStone Indonesia

11.20.2012

Rock N Roll Mafia - Never Give Up

image
Rock N Roll Mafia, band elektronika asal Bandung yang kini berada di bawah naungan Organic Records ini kembali dengan single baru berjudul “Never Give Up” dari album ketiga mereka Prodigal yang akan rilis akhir September 2012.

Cerita dibalik lagu ini sesederhana judulnya “Never Give Up” yang mengumandangkan bahwa sebagai manusia tidak boleh patah semangat dan putus asa meskipun hidup ini penuh lika-liku dan tidak mudah. Memang isi liriknya bukan hal baru, tapi tidak juga akan pernah mati karena semua orang pasti merasakan hal yang sama.

“Never Give Up” juga dipilih menjadi single pertama dari album Prodigal karena lagu ini paling nyaman dan nada bernyanyi yang catchy membuat yang mendengarkan bisa sing-along. Begitu juga liriknya yang membuat semua orang bisa merasa ‘related’ ke ceritanya, menurut Ekky sang vokalis/gitaris.

Ini merupakan lagu pertama yang diciptakan oleh Ekky dan Hendra (programmer/synthesizer) – dua pentolan Rock N Roll Mafia untuk album barunya ini.

Dengan porsi elemen elektronik yang berbagi 50-50 dengan analog, menjadikan album ini lebih ‘rough’ dan ‘kasar’ dari 2 album sebelumnya karena dalam proses rekaman, di bawah supervisi Widi Puradiredja (MALIQ & D’Essentials)-sang produser, penggunaan alat-alat analog (non software) mendapat porsi lebih banyak. Sound-sound gitar dan keyboard analog juga lebih kentara di “Never Give Up” dan lagu lainnya di album ini.

Mungkin bisa dibilang pemilihan soundnya lebih ‘ngeband’ tanpa menghilangkan unsur elektroniknya, “lebih pop elektronik”, kata Ekky. Sementara buat Rock n Roll Mafia sendiri, arti lagu ini menunjukkan bahwa “We never give up in music!”

  Download lagu Rock N Roll Mafia - Never Give Up


sumber

White Shoes & The Couples Company

 
White Shoes & The Couples Company siapakah mereka? mereka adalah sebuah band beraliran pop/funk/jazz dari Jakarta.White Shoes & The Couples Company merupakan salah satu band favorit saya, kenapa? karena selain band ini bertema jaman dulu (jadul) juga menampilakan aksi panggung yang unik dan membuat penonton terkesan.  Saat ini band tersebut terikat kontrak dengan independent label dari Jakarta, Aksara Records dan label independen dari Chicago, Minty Fresh.

Album

  • White Shoes & The Couples Company (2005)
  • Vakansi (2010)
 White Shoes & The Couples Company - Senja Menggila

sumber

11.19.2012

Natura Sound Therapy v3.0 + Serial Full Version

Masih berkaitan dengan musik, kali ini saya akan berbagi software yang berfungsi untuk menghilangkan stres.
Natura Sound Therapy v3.0 with Serial Full Version - Merupakan software yang berfungsi untuk mengalirkan gelombang positif ke dalam otak kita sehingga mampu menenangkan pikiran. Ada berbagai macam suara yang dapat anda dengarkan seperti suara alami dari alam, suara hewan, suara ombak, suara hujan dll. Nah, jadi bagi anda yang mudah stres, cobalah terapi yang di berikan software Natura Sound Therapy 3.0 ini.
Untuk Brainware Synchronizernya sebaiknya menggunakan headphone dengan kualitas yang baik untuk mendapatkan hasil yang di inginkan.

Screenshot:


Link download:

11.17.2012

Polyester Embassy


Polyester Embassy adalah sebuah band yang berdiri di Bandung pada tahun 2002. Band ini dibentuk oleh sekumpulan sahabat yaitu Elang Eby (gitaris/vokalis), Sidik Kurnia (gitaris/synthesizer), Ekky Darmawan (gitaris/sampling), Ridwan Aritomo (bass), dan Givarie MP (drummer). Kelima sejoli ini berkumpul dan memutuskan membentuk band bernama Polyester Embassy karena memiliki kesamaan visi dalam bermusik. Nama Polyester Embassy sendiri bukan nama dibalik makna yang penuh hal-hal filosofis. Nama Polyester Embassy diambil karena nama ini sesuai dengan apa yang mereka inginkan, terdengar rumit dan gampang didengar dalam waktu bersamaan.

Musik mereka diambil dari pengaruh-pengaruh musik elektronik, krautnoise, dan sentuhan-sentuhan musik rock dibalur dengan perpaduan sound-sound experimental. Pengaruh musik mereka melebar dari beragam pengaruh musik-musik mulai dari Radiohead, Mansun, Blur, Primal Scream, Ride, hingga nuansa bising khas Nirvana.

Nuansa yang terdengar dari musik Polyester Embassy didominasi repetisi dan sahut-sahutan suara dari tiga gitar yang dimainkan sekaligus. Sound khas Polyester Embassy menciptakan atmosfer yang mengeluarkan suara harmoni hasil peleburan tiga buah gitar yang dimainkan dengan aransemen berbeda dan memberikan nuansa emosional yang maksimal. Lewat nada, Polyester Embassy bertutur dengan jelas kepada pendengar akan nuansa cerita yang mereka bawakan.

Setelah tiga tahun eksistensinya di kancah musik indiependen, Polyester Embassy akhirnya merilis debut full-album, Tragicomedy di bawah indie label asal Bandung, FFWD Records pada tahun 2006. Mereka juga kerap berkolaborasi dengan figur-figur musisi independen lainnya seperti Hendra (RNRM), Deena Dellyana (Homogenic), Evan (Storn), Iman (Electrofux), dan Souldelay dalam beberapa penampilannya. Dari album itu juga mereka sempat mengadakan tur di Pulau Jawa hingga merambah ke kancah dunia internasional dengan melakukan tur di Malaysia.

Berikut beberapa official video Polyester Embassy yang wajib disimak :






http://web.javarockingland.com/2010/artistdetail.php?action=detail&nid=917

Single terbaru GoodBoyBadminton - Tak Terhingga

Hallo sahabat, setelah lagu Time Off berhasil menghipnotis para pendengarnya, tidak lama lagi lagu GoodBoyBadminton - Tak Terhingga akan segera rilis..





 

Teknik Ghost Note, Rim Shot dan Rim Click


Dalam bermain drum, ada beberapa teknik memukul yang dinamakan Ghost Note, Rim Shot dan Rim Click. Tentu saja teknik ini sering dipakai oleh para drummer berpengalaman.

Apa itu Ghost Note, Rim Shot dan Rim Click? Mari kita saksikan video dibawah ini :